Tuesday, July 1, 2014

Dubes UE Bertemu Aktivis Lingkungan Bahas RTRW Aceh



Dubes UE Bertemu Aktivis Lingkungan Bahas RTRW Aceh


Banda Aceh – Sejumlah aktivis lingkungan Aceh bertemu dan menggelar diskusi dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Olof Skoog, di salah satu hotel di Banda Aceh, Senin (16/06/2014) sore.
Dalam pertemuan itu, Farwiza dari Yayasan HAkA menuturkan kepada dubes UE, ada sejumlah persoalan lingkungan yang sangat mendasar dan diabaikan Pemerintah Aceh dalam menyusun Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh, yang telah disahkan DPRA pada akhir tahun 2013 lalu. Antara lain, kata Farwiza, hilangnya nomenklatur KEL dalam Qanun tersebut.
Menurut Farwiza, hilangnya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam Qanun RTRWA, adalah bentuk pembangkangan Pemerintah Aceh terhadap aturan yang lebih tinggi yakni undang- undang yang mengatur KEL sebagai Kawasan Strategi Nasional (KSN).
“Kami telah berulang kali sampaikan persoalan ini (KEL) ke Pemerintah Aceh, selama berlangsungnya proses pembahasan Qanun RTRWA. Namun sampai Qanun ini disahkan, Pemerintah Aceh tidak peduli dan mengabaikan sejumlah usulan substansi dari  elemen sipil dalam menyusun Qanun Tata Ruang Aceh,” ujar Farwiza.
Selanjutnya, kata Farwiza, para pegiat lingkungan di Aceh berharap Qanun yang telah dimasukkan dalam lembar daerah Aceh ini, dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat. “Jika Pemerintah tidak membatalkan, maka kami akan melakukan judicial review,” terang dia.
Kepada dubes Uni Eropa, Farwiza mengharapkan, agar mereka dapat membantu para pegiat lingkungan Aceh dalam mengadvokasi RTRWA untuk keselamatan hutan dan lingkungan.
Sementara juru bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) Efendi Isma mengatakan, Qanun RTRWA yang disusun Pemerintah Aceh, dapat mengancam kelestarian hutan dan berdampak potensi bencana.
“Dalam Qanun RTRWA terdapat perubahan sejumlah kawasan lindung menjadi kawasan area penggunaan lain. Hal ini sangat berpotensi merusak hutan. Perubahan kawasan hutan umumnya terjadi di daerah yang memiliki kandungan sumber daya alam seperti emas dan batu bara,” kata Efendi.
Efendi Isma menambahkan, para pegiat lingkungan di Aceh sangat berharap akan terbentuk tim independen untuk mengawasi persoalan RTRW Aceh. Karena itu, lanjut Efendi, pihaknya berharap dukungan Uni Eropa agar tim ini terbentuk dan bekerja untuk penyelamatan hutan Aceh dari penyalahgunaan ruang.
Akademisi Fakultas Hukum Unsyiah, Mawardi Ismail yang juga hadir dalam pertemuan itu mengatakan, secara legal formal, jika sudah masuk  dalam lembar daerah, maka produk hukum tersebut sudah sah dan dapat berlaku. Namun, kata dia, jika ada pihak yang merasa keberatan dapat dilakukan upaya hukum judicial review ke Mahkamah Agung.
Sedangkan Teuku Muhammad Zulfikar, dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) di hadapan dubes UE mengatakan, pihaknya sangat keberatan dengan sejumlah perubahan kawasan hutan dalam RTRWA.
“Kita tidak setuju perubahan kawasan hutan. Apalagi terindikasi ada kepentingan pihak tertentu untuk eksploitasi sumber daya alam Aceh dengan perubahan kawasan hutan tersebut,” kata T. M Zulfikar.
Setelah mendapat masukan dari para pegiat lingkungan Aceh, Olof Skoog berjanji akan membicarakan persoalan RTRWA dengan Pemerintah Aceh dan pusat. Pada prinsipnya, kata Olof, Uni Eropa konsisten untuk usaha- usaha penyelamatan hutan Indonesia termasuk Aceh.
Kunjungan pihaknya ke Aceh, sambung Olof, untuk bertemu dengan berbagai pihak di Aceh khususnya Pemerintah Aceh, guna membahas sejumlah persoalan Aceh yang menjadi konsentrasi Uni Eropa khususnya terkait perdamaian, HAM dan lingkungan. (sd)
Sumber:http://atjehlink.com/dubes-ue-bertemu-aktivis-lingkungan-bahas-rtrw-aceh/

No comments:

Post a Comment

Blog Archive